Kerentanan Perempuan dengan HIV pada Kekerasan

Yoke mengetahui dirinya terinfeksi HIV pada September 2008, tertular dari suami yang meninggal tidak lama setelahnya. Dia sempat lari dari kenyataan hidup dan mempertanyakan kenapa HIV ada dalam hidupnya. Kemudian Yoke melihat bahwa dirinya masih memiliki anak – anak, 3 orang anak yang akhirnya membuatnya memolih untuk bertahan hidup dan mau berjuang mengkonsumsi ARV. Saat Yoke menjadi sehat, maka dia merasa bisa berbagi dan menolong lebih banyak perempuan di luar sana yang mengalami persoalan yang sama dan membutuhkan support.

Saat ditanyakan apa Yoke pernah mengalami up and down, dirinya mengaku sudah melupakan masa masa tersebut. Bergabung dengan Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Yoke merasa memiliki banyak kawan yang sama dan membuatnya merasa memiliki super power karena dapat saling memberi inspirasi. Itu membuat Yoke bangkit dan bersemangat.

Ada jalan Tuhan yang mempertemukan IPPI dengan Mbak Yoke, meski pada pertemuan pertamanya dalam kelompok Yoke memutuskan untuk menggunakan masker karena takut diketahui oleh orang lain. Waktu itu Yoke masih fase pemulihan dan konsumsi ARV di awal, dirinya mengaku masih bertubuh kurus. Pada pertemuan pertama tersebut Yoke sangat kaget karena semua perempuan yang ada di sana juga perempuan yang hidup dengan HIV dan hanya dirinya yang masih bertubuh kurus. Lalu di sanalah juga dia mendapat pelukan semangat dari sesama perempuan HIV yang kemudian makin meyakinkan dirinya untuk melangkah maju ke depan dan meninggalkan beban beban masa lalu. Dirinya mengaku bertambah cintanya pada IPPI.

Setelah memulai perjalanan menjadi anggota, coordinator dan dewan nasional IPPI, saat ini bekerja juga di LBH APIK di Provinsi Bali yang fokus untuk melakukan penanganan kekerasan pada perempuan khususnya perempuan dengan HIV. Yoke menceritakan pada th 2017 dirinya dilibatkan dalam LBH APIK Secara intensif untuk melakukan penanganan pada perempuan dengan HIV.

Di LBH APIK lah, dia menemukan fakta bahwa, permasalah perempuan dengan HIV bukan hanya soal kesakitan dan dia harus minum obat seumur hidupnya. Ada juga permasalahan yang cukup banyak dan salah satunya adalah kekerasan yang didapat dari pasangan, keluarga dan masyarakat di sekeliling.

Yoke yang juga ternyata juga adalah korban kekerasan percaya bahwa saat dirinya bisa berdamai dan melepaskan diri dari zona ketakutan akan hal hal traumatis di masa lalu, Yoke akhirnya memutuskan untuk kembali membantu lebih banyak perempuan dengan HIV yang mendapat kekerasan supaya mereka bisa kuat untuk diri mereka sendiri. Sata mereka sudah kuat, maka mereka bisa bertahan dan kuat untuk anak – anak serta keluarganya.

Apa yang Yoke lihat di lapangan, perempuan dengan HIV lebih rentan mendapatkan kekerasan. Pertama karena HIV AIDS menjadi persoalan utama dan berkontribusi pada stigma diskriminasi dalam kehidupan mereka. Kemudian yang kedua, perempuan tidak punya kekuatan yang cukup untuk melawan dan berjuang saat mendapatkan stigma diskriminasi karena HIV tersebut. Di situlah peluang perempuan HIV mendapatkan kekerasan.

Pengalaman di Bali dari apa yang Yoke lakukan di LBH APIK, Pelaku tindak kekerasan adalah orang terdekat dan yang paling dekat adalah pasangan baik suami ataupun pacar. Kemudian pelaku lainnya adalah keluarga yang juga kerap melakukan tindak kekerasan, bisa mertua ipar bahkan orangtua sendiri. Dan karena yang melakukan kekerasan adalah orang terdekat, ketika akan dibantu untuk berkonsultasi hukum atau mendapatkan konsultasi psikologis, banyak perempuan dengan HIV memutuskan untuk memaafkan dan melupakan kekerasan yang mereka dapatkan.

Ada salah satu contoh kasus, kedua pasang suami istri yang sama sama HIV Positive. Sang suami tidak mau terapi ARV, istrinya kemudian juga dihasut dan dilarang untuk datang ke layanan kesehatan sampai juga tidak boleh konsumsi ARV seperti dirinya. Kalau dari keluarga, ada banyak kasus keluarga yang selalu menganggap perempuan dengan HIV diremehkan dianggap tidak berguna lagi.

Beruntungnya, layanan kesehatan di Bali memberi pelayanan yang sangat baik, tidak ada stigma dan diskriminasi. Mereka sangat merangkul dan tidak dibedakan dengan perempuan lainnya atau pasien lainnya. Di Bali, pasien dan layanan kesehatan sudah sangat erat kekeluargaannya.

Yoke bercerita, bahwa banyak teman – teman IPPI yang standby di layanan kesehatan. Mereka sering mendapatkan laporan dan pengaduan. Teman – teman tersebut juga seroang survivor yang kemudian bangkit dan memutuskan untuk membantu menjadi jembatan saat terjadi kekerasan pada lebih banyak perempuan dengan HIV. Dari sanalah, teman – teman pendamping tersebut akan menggali situasi dan mencari tahu kebutuhannya apakah korban membutuhkan konsultasi psikologis, atau bantuan hukum disesuaikan dengan kebutuhan.

Yoke juga pernah merasa di satu titik dia merasa penuh, otaknya tidak mampu menahan semua beban pekerjaan, biasanya sampai berdampak pada kondisi kesehatannya. Jika situasi tersebut datang, Yoke akan datang ke psikolog tim LBH APIK untuk kemudian mengkonsultasikan kondisinya dan segera melakukan pemulihan kesehatan pemulihan mental. Jika sudah kelelahan, Yoke menyampaikan bahwa dirinya harus mencari pertolongan dan memulihkan diri. Kita boleh menolong orang lain tapi jangan sampai lupa menjaga kesehatan termasuk di dalamnya kepatuhan ARV.

Mbak Yoke berpesan kepada kawan – kawan perempuan yang hidup dengan HIV yang paling penting adalah terapi ARV di awal, yang paling utama adalah memulihkan dan menyehatkan tubuh. Lalu kemudian menguatkan secara psikologis baru kemudian melanjutkan penangnan kasus kekerasan. Karena menurut Yoke percuma untuk menangani kasus kalau kondisi kesehatannya masih kacau balau, karena hal tersebut hanya akan menganggu proses penyelesaian yang makin tidak terselesaikan.

Dia mencontohkan betapa pentingnya ARV dalam hidup. Sebelum konsumsi ARV, semua infeksi penyerta muncul dan badan terasa lemah letih lesu. Dia merasa besok mau mati. Setelah konsum ARV kesehatannya pulih dan kematian itu urusan Tuhan, ketika kesempatan ada untuk mengkonsumsi ARV saya mengambil kesempatan tersebut. Dan saya bisa membantu lebih banyak perempuanbaik yang hidup dengan HIV maupun yang mendapatkan kekerasan. Kalau mau melawan kekerasan, kita harus sehat terlebih dulu baru bisa menolong orang lain.

Yoke juga berpesan pada perempuan dengan HIV yang masih mendapatkan kekerasan, carilah teman – teman yang sama. Berjejaring dan mencari tahu kemana kita harus mendapatkan pertolongan. Jangan malu untuk mencari informasi. Ketika kita membuka diri maka jalan akan terbuka termasuk bagaimana caranya mencari pertolongan. Yoke yakin, banyak orang yang menerima perempuan yang hidup dengan HIV.

Soal komunikasi dengan pasangan yoke menyampaikan pentingnya berkomunikasi dengan pasangan. Seburuk apapaun kita atau pasangan, sebaik baiknya menjalin komunikasi dalam hal apapun. JIka ada kesalahan atau hal yang harus diselesaikan, bisa dibicarakan dalam komunikasi sederhana antara sesame. Harusnya bisa saling mendukung satu sama lain dalam suka dan duka, sehingga bisa saling mengetahui kekurangan kelebihan serta kebutuhan kedua belah pihak sehingga bisa mengeliminasi kekerasan dalam rumah tangga.

Mari stop melakukan kekerasan baik pada perempuan yang hidup dengan HIV ataupun perempuan dimanapun mereka berada, hargailah mereka. Karena perempuan adalah ibu yang melahirkan kalian, ingatlah kita lahir dari ibu dan perempuan. Ketika ada permasalahan yang ga bisa diselesaikan harusnya bisa saat duduk bersama dan dibicarakan secara baik baik. Semua bisa terselesaikan dan tidak ada lagi kekerasan.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright 2021 © Ikatan Perempuan Positif Indonesia